Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Kaum Sarungan Merupakan Media Edukasi Santri Dalam Menulis di Era Melenial Baik Yang Berhubungan Dengan Agama Maupun Umum.

Perjuangan Kaum Sarungan

Daftar Isi [Tampil]

 Perjuangan Kaum Sarungan



Perjuangan Kaum Sarungansantri sering disebut sarung. kenapa dia? Rujukan ini mengacu pada praktik siswa mengenakan sarung dalam kehidupan sehari-hari menurut dokumen sejarah dari Yaman. Encyclopedia Britannica menyatakan bahwa sari telah menjadi pakaian tradisional masyarakat di sana. Sarung biasa disebut futa di negara itu. Sarung juga dikenal sebagai Izar Wazar atau Mavis. Sedangkan orang Oman menyebut sarung itu ajaib.


Kemerdekaan dan Perjuangan Kaum Sarungan

Kemerdekaan dan Perjuangan Kaum Sarungan untuk Indonesia dalam kemerdekaan tidak bisa dipisahkan. Ketiga kata ini saling berhubungan dengan keindahan dalam sejarah Indonesia. Santri adalah istilah yang digunakan untuk santri di pesantren untuk menjadi profesional keagamaan. Umumnya di masa depan mereka menyebarkan Islam di masyarakat.Pada masa kolonial perjuangan mereka tidak hanya untuk belajar dan menyebarkan ilmu agama tetapi juga untuk mengangkat senjata Jihad. Militansi santri yang biasa disebut sarung didokumentasikan dengan baik dalam sejarah kemerdekaan. Berbagai pemberontakan terjadi di berbagai daerah terutama pada abad ke-19 ketika sekelompok pengawal yang dipimpin oleh Kai bersatu. (Pemberontakan Petani Banten 1888 Sertono Cartodirjo).


Dalam perjalanan menuju kemerdekaan Kaum Sarungan masih kokoh dalam perjuangan pelaksanaan daar al-Islam. Dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengatakan: Sebenarnya di sini ada dua pengertian yaitu para ahli agama yang mengusulkan agar Indonesia berdiri sebagai negara Islam; Usul lain yang dikemukakan Mohammad Hatta adalah hubungan urusan kenegaraan dengan Islam. Negara kesatuan nasional dengan urusan tersendiri. Dengan kata lain: bukan negara Islam. (Lihat Naskah Yamini UUD 1945 I/115).


Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia diformalkan para ulama dan Panthers mengangkat senjata untuk mendirikan negara Islam. Namun belakangan muncul tokoh-tokoh nasionalis dan komunis sekuler yang tidak setuju. Komite Sembilan demikian dibentuk sebagai kompromi antara perbedaan pendapat antara kubu Islam dan kubu nasionalis sekuler yang diwakili oleh Ulama seperti Dr. Sopomo di atas.


Kelompok kesembilan yang terdiri dari Ir. dr. Soekarno (Presiden). Tn. Mohammad Hatta (Wakil Presiden). Tn. Raden Achmad Soibardjo Jozoadisoerzo Prof. Mohammad Yamin S.H. KH Abdul Wahid Hasjim Abdol Kahar Mojagir Radan Abiguzno Zocrosozoso Haji Agus Salim dan Bpk. Alexander Andries Maramis (anggota) kemudian menyusun Piagam Jakarta. Sutra mengacu pada kewajiban yang berlaku bagi pemeluk hukum Islam.



Dalam perjalanan Sukarno dan Hatta meminta para pemimpin Islam untuk mengizinkan mereka mengubah kata-kata Piagam Jakarta menjadi Panchasila. Pada akhirnya tujuh kata tersebut di atas dihapus begitu pula pasal-pasal yang memberi syarat pada presiden yang menuntut pengusiran umat Islam di masa lalu.




Gerakan Sosial Kaum Sarungan

Ada sejumlah kajian klasik yang dilakukan oleh para ulama untuk menunjukkan peran Santori di wilayah yang lebih luas di luar ranah agama dan pendidikan agama. Sebagai contoh tesis Zamakhsyari Dhofier (1980) yang berjudul Tradisi Pesantren: Studi Peran Pemeliharaan dalam Ideologi Islam Tradisional di Jawa menjelaskan bagaimana agama dan ideologi Islam dapat mempengaruhi pengetahuan. Pandangan dunia seorang siswa, negara dan kebisingan.


Salah satu argumen sejarah yang digunakan untuk menjelaskan sejarah Santri Dei adalah resolusi jihad yang tertulis di awal dokumen ini. Bagaimana jihad fi abililla fardhu dan segala macam norma menginspirasi perjuangan mahasiswa melawan penjajah?


Tulisan ini mencoba menangkap tradisi kaum sarungan Minangkabau abad ke-19 yang dikaitkan dengan gerakan sosial. Jauh sebelum resolusi jihad 1945 terjadi revolusi di Minangkabau yang mengubah bentuk dan bentuk masyarakat. Dalam bukunya The Gezolak Economie Kebangkitan Islamik Dan Gerakan Padri: Minangkabau 1784-1847 Christine Dobin menggambarkan bagaimana gerakan sosial Santri Minangkabau yang bermotivasi agama dapat membangun kembali masyarakat di tengah pergolakan transformasi pertanian dan kesuksesan komersial.


gerakan Sosial kaum sarungan persepi Dobbin dalam Gejolak Ekonomi Kebangkitan Islam dan Pastor Parit. Minangkabau 1784-1847 menggambarkan bahwa gerakan sosial penjaga Minangkabau yang diilhami agama dapat memulihkan masyarakat yang terganggu oleh reforma agraria dan penaklukan perdagangan.